Selama berprofesi menjadi seorang arkonist (istilah saya untuk arsitek merangkap kontraktor), sebenarnya tanpa disadari saya telah menerapkan system value engineering (rekayasa nilai), yaitu suatu usaha yang dilakukan secara sistematik dan terorganisir untuk melakukan analisis terhadap fungsi sistem, produk, dan jasa dengan maksud untuk mencapai atau mengadakan fungsi yang esensial dengan life cycle cost yang terendah dan konsisten dengan kinerja, keandalan, kualitas dan keamanan yang disyaratkan (definisi diambil dari Makalah Puti Farida Marzuki yang berjudul Rekayasa Nilai : Konsep dan Penerapannya di dalam Industri Konstruksi).
Karena selama ini karena saya mendapatkan proyek hanya dengan promosi mulut lewat mulut saja (teman dan temannya teman) yang sebagian besar adalah proyek dengan tight budget. Maklum karena 80% klien saya masih berusia cukup muda (dibawah 35 tahun). Sehingga jelas saya harus berpikir extra keras untuk merancang dan mewujudkan rumah impian para klien saya dengan dana seminim mungkin, sehingga saya mau tidak mau menerapkan suatu sistem value engineering.
Biasanya sebelum merancang rumah bersama partner saya Marnendez S., ST. Kami berdua bertanya tentang budget yang disediakan oleh klien kami dan berusaha mengenal karakter klien kami agar kami bisa merancang suatu rumah tinggal yang aman, nyaman, asri dan budget oriented. Filosofi rancang bangun saya dan rekan adalah desain yang kompak dan “green”, serta dengan biaya yang se-efisien mungkin, yaitu dengan membuat cukup banyak bukaan sehingga cahaya di dalam rumah cukup begitu juga sirkulasi udara yang baik, karena kami berharap pemakaian alat listrik seperti lampu di siang hari dan pendingin ruangan (AC) berkurang atau bahkan tidak diperlukan sama sekali. Hal ini jelas akan mengurangi biaya proyek, terutama dari penggunaan material untuk dinding beserta finishingnya, serta juga mengurangi pemakaian daya listrik di dalam rumah, terutama di siang hari.
Tidak hanya masalah sirkulasi dan bukaan saja yang harus dipikirkan dengan matang, namun pemilihan jenis konstruksi bangunan (apakah menggunakan konstruksi beton atau baja atau kayu atau kombinasi) juga agar penghematan bisa dilakukan. Suatu rumah mungkin akan indah dan efisien dalam biaya bila menggunakan struktur baja, tapi mungkin rumah yang lain akan lebih indah dan efisien bila menggunakan struktur beton, hal ini sudah harus diperhitungkan pada saat desain arsitektural dimulai, agar pemilik rumah mendapatkan suatu rumah yang indah, berkelas tapi tidak mahal. Pemilihan material finishing juga tidak luput dari perencanaan kami. Karena penting untuk hunting material murah tapi bagus atau yang sisa ekspor, contohnya parquette yang biasa kami pakai sebagai pengganti granite tile harga lebih murah tapi tampilan lebih mewah. Ada banyak material murah yang bisa diaplikasikan dalam mendesain dan membangun rumah tinggal. Seperti bambu, kayu dolken, ekspos material dinding konblok agar tidak perlu dicat, dll.
Adalah “mudah” untuk mendesain dan membangun rumah tinggal dengan material mahal dan budget yang “tak terbatas”, tapi bagi saya dan rekan, adalah suatu kepuasan bila bisa mendesain dan membangun suatu rumah yang “indah” tapi dengan budget yang lebih rendah daripada yang diperkirakan oleh orang-orang pada umumnya, dan klien pun puas.
Karena selama ini karena saya mendapatkan proyek hanya dengan promosi mulut lewat mulut saja (teman dan temannya teman) yang sebagian besar adalah proyek dengan tight budget. Maklum karena 80% klien saya masih berusia cukup muda (dibawah 35 tahun). Sehingga jelas saya harus berpikir extra keras untuk merancang dan mewujudkan rumah impian para klien saya dengan dana seminim mungkin, sehingga saya mau tidak mau menerapkan suatu sistem value engineering.
Biasanya sebelum merancang rumah bersama partner saya Marnendez S., ST. Kami berdua bertanya tentang budget yang disediakan oleh klien kami dan berusaha mengenal karakter klien kami agar kami bisa merancang suatu rumah tinggal yang aman, nyaman, asri dan budget oriented. Filosofi rancang bangun saya dan rekan adalah desain yang kompak dan “green”, serta dengan biaya yang se-efisien mungkin, yaitu dengan membuat cukup banyak bukaan sehingga cahaya di dalam rumah cukup begitu juga sirkulasi udara yang baik, karena kami berharap pemakaian alat listrik seperti lampu di siang hari dan pendingin ruangan (AC) berkurang atau bahkan tidak diperlukan sama sekali. Hal ini jelas akan mengurangi biaya proyek, terutama dari penggunaan material untuk dinding beserta finishingnya, serta juga mengurangi pemakaian daya listrik di dalam rumah, terutama di siang hari.
Tidak hanya masalah sirkulasi dan bukaan saja yang harus dipikirkan dengan matang, namun pemilihan jenis konstruksi bangunan (apakah menggunakan konstruksi beton atau baja atau kayu atau kombinasi) juga agar penghematan bisa dilakukan. Suatu rumah mungkin akan indah dan efisien dalam biaya bila menggunakan struktur baja, tapi mungkin rumah yang lain akan lebih indah dan efisien bila menggunakan struktur beton, hal ini sudah harus diperhitungkan pada saat desain arsitektural dimulai, agar pemilik rumah mendapatkan suatu rumah yang indah, berkelas tapi tidak mahal. Pemilihan material finishing juga tidak luput dari perencanaan kami. Karena penting untuk hunting material murah tapi bagus atau yang sisa ekspor, contohnya parquette yang biasa kami pakai sebagai pengganti granite tile harga lebih murah tapi tampilan lebih mewah. Ada banyak material murah yang bisa diaplikasikan dalam mendesain dan membangun rumah tinggal. Seperti bambu, kayu dolken, ekspos material dinding konblok agar tidak perlu dicat, dll.
Adalah “mudah” untuk mendesain dan membangun rumah tinggal dengan material mahal dan budget yang “tak terbatas”, tapi bagi saya dan rekan, adalah suatu kepuasan bila bisa mendesain dan membangun suatu rumah yang “indah” tapi dengan budget yang lebih rendah daripada yang diperkirakan oleh orang-orang pada umumnya, dan klien pun puas.
No comments:
Post a Comment